Rabu, 31 Maret 2010

Sejarah Semen

Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan – bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan – batuan konstruksi bangunan.
Semen pada awalnya dikenal di mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida, yaitu sebagai pengisi ruang kosong di antara celah – celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang kalsinasi batu kapur mulai di gunakan pada zaman romawi. Kemudian bangsa yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (Vulcanic Tuff) yang berasal dari pulau santoris yang kemudian di kenal dengan Santoris Cement. Bangsa romawi menggunakan semen yang di ambil dari material vukanik yang ada di pegunungan Vesuvius di lembah napples yang kemudian di kenal dengan nama pozzulona cement, yang di ambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu pozzoula.
Penemuan bangsa romawi dan yunani ini mengalami perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya, sehingga diperoleh Mortar yang lebih baik. Pada abad pertengahan, kualitas mortar mengalami penurunan yang disebabkan oleh pembakaran limestone yang kurang sempurna., dengan tidak adanya tanah vulkanik.
Pada tahun 1756 jhon smeaton seorang sarjana inggris berhasil melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Dari hasil percobaannya di simpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah kapur hidrolis (hydrolic lime). Kemudian oleh vicat ditemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga silica atau tanah liat yang mengandung alumina dan silica. Akhirnya vicat membuat kapur hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur (limestone) pada perbandingan tertentu, kemudian campuran tersebut dibakar (dikenal dengan Artifical lime twice kilned).
Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali dengan menggunakan cara seperti vicat yaitu dengan mencampurkan 2 bagian kapur dan satu bagian tanah liat. Hasilnya disebut Frost’s Cement. Pada tahun 1812 prosedur tersebut diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur yang mengandung tanah liat dan ditambahkan tanah Argillaceus (mengandung 9 – 40% silica). Semen yang dihasilkan disebut British Cement.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang inggrispada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida (CO2). Batuan kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa – senyawa lain membentuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan Portland. Colesium, Menara Babilonia, Piramida, Candi Borobudur, merupakan contoh dari penggunan “Semen Klasik” ini.

Wah… wah… ternyata orang dulu juga pandai – pandai yah,… Namun, ke depannya penggunaan semen sebagai salah satu unsur penting dalam pembuatan beton ini akan lebih maju lagi,….

Sumber : Walter H. Duda 1976,
Tugas Akhir MK Proses Industri Kimia II, Teknik Kimia UNTIRTA, Apriyadi Firdaus, Cilegon 2007.
Dan yang jelas tulisan ini saya ambil dari blog sapta harryadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar