Kamis, 31 Desember 2009

SELAMAT TAHUN BARU


kita ciptakan INDONESIA 2010 dan selanjutnya adalah Indonesia yg sehat,subur,makmur, Jaya!!!!!!!!!!!!!!!

BERITA RISTEK

Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman dalam Seminar Nasional bertajuk “Tantangan Perencanaan Perkotaan Masa Depan yang Berkelanjutan”, yang diadakan oleh DIrektorat Pengembangan Pemukiman, Dirjen Cipta Karya, Dep. PU pada hari Selasa, 13 Oktober 2009 di Jakarta, memaparkan dua tema besar mengenai “Habitat dan Aplikasi teknologi untuk mengurangi dampak bencana”.


Menurut Kusmayanto, habitat dikenal pada “second nature” dengan istilah yang lebih dikenal “man-made world” dan “built environment” dengan penekanan pada keseimbangan antara dua kelompok technologist dan environmentalist, dimana pihak environmentalist terkesan gaptek (gagap teknologi) dan technologist dianggap gupling (gugup lingkungan). Oleh karena itu perlu keseimbangan, baik alami maupun buatan manusia melalui pemahaman akar yang sering tersembunyi dari dunia yang kita rancang untuk diri kita sendiri.


Terkait dengan bencana yang banyak terjadi di Indonesia, Mennegristek memaparkan perbedaan beberapa besaran yang dijadikan acuan untuk mengukur kekuatan gempa, yaitu SR, MMI dan PGA“Di Indonesia , faktor geologi dan zonasi sangat penting dalam menentukan perencanaan perkotaan masa depan yang berdaya saing dan berkelanjutan”, llanjut Kusmayanto. Dari peta zonasi yang dapat digambarkan dengan warna maupun angka, masih difokuskan lagi dengan peta mikrozonasi yang menggambarkan keadaan suatu daerah yang lebih sempit terhadap kerentanan gempa.Berdasarkan zonasi tersebut untuk membangun tata ruang yang mampu menhadapi potensi bencana diperlukan Building code yang harus direview oleh Pemerintah dan kalangan akademisi.


Paparan Mennegristek tersebut melengkapi paparan sebelumnya yang disampaikan oleh Prof. Dr. BJ Habibie. Menurut Habibie, perencanaan kota kedepan sebaiknya merupakan “KOTA RAMLING SETENTRAM”, yaitu Kota Ramah Lingkungan, Sejahtera, Tentram dan Mandiri dengan kriteria : Penghijauan harus berkisar antara 30% ~ 60%, Air minum, pembangunan jaringan drainase, penampungan air hujan, pengelolahan dan recycling Air Limbah, Meminimalkan pembakaran Energi Fosil, menghemat energi dan memanfaatkan lebih banyak Energi Alternatif. Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan Pasar Produk Andalan Kota, Prasarana Ekonomi untuk Ekonomi Biaya Rendah serta Prasarana Teknologi Informasi Kota sebagai bagian terpadu dari Sistem Informasi Nasional dan Global.


Seminar Nasional yang diadakan dalam rangka peringatan Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) yang setiap tahunnya diperingati pada minggu pertama bulan Oktober. Pada tahun ini jatuh pada tanggal 5 Oktober 2009 ini dibuka oleh Menteri PU, Djoko Kirmanto. Dalam sambutan pembukaannya Menteri PU menyatakan bahwa tantangan perkotaan Indonesia sangatlah komplek, mulai dari persoalan urbanisasi, kebutuhan dasar, transportasi dan infrastruktur, kemiskinan, social budaya dan degradasi lingkungan. Namun perlu dicari akar persoalan utamanya, dan memberikan solusi jawaban yang efektif bagi pengembangan perkotaan di Indonesia. Dari seminar tersebut beliau berharap mendapatkan masukan strategi dalam upaya mengembangkan perkotaan yang semakin inklusif dan mampu mensejahterakan seluruh warganya. Selanjutnya Menteri PU menyampaikan, Kota yang berkelanjutan memerlukan syarat Integrasi yang efektif setidak-tidaknya dari dimensi-dimensi pembangunan sosial budaya, pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan serta adanya penerapan tata kelola yang baik dalam pengembangan kota.


Selain BJ Habibie dan Mennegristek, hadir pula narasumber lain yaitu, Zuhal A. Kadir, Dorojatun Kuntjorojakti, dan Muhammad Danisworo. Yang menarik dalam acara ini adalah, pada sesi pertama dihadirkan 3 orang Menristek pada periode yang berbeda untuk memaparkan pemikiran mereka masing-masing. Hal ini semakin membuktikan bahwa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan hal yang tidak bisa lepas dari berbagai masalah yang dihadapi manusia sebagai pemimpin di muka bumi ini.
Dapat dikatakan, perencana perkotaan masa depan kita perlu menyadari, bahwa kota sangat terkait dengan berbagai aspek tidak saja faktor internal akan tetapi juga eksternal perkotaan. Faktor eksternal ini semakin disadari sangat mempengaruhi dinamika perkotaan seperti perubahan ikilim (Climate change), ekonomi global (global economic) maupun perkembangan teknologi terapan, dsb. Faktor-faktor tersebut sekaligus merupakan tantangan dalam perencanaan perkotaan abad ke 21.


Tantangan eksternal perkotaan ke depan sangat besar, namun disisi lain perkotaan di Indonesia juga menghadapi permasalahan internal yang sangat berat antara lain urbanisasi, ketimpangan (disparity) perkotaan dan pedesaan yang merupakan dampak rendahnya hubungan perdesaan dan perkotaan (urban rural linkages), pengangguran, dsb Kondisi internal ini sangat berimplikasi pada kondisi perkotaan seperti munculnya kawasan dcngan kepadatan tinggi (high density), kawasan kumuh (slums area), urban sprawl, dsb. Permasalahan ini semakin dipicu dengan rendahnya antisipasi terhadap penyediaan kebutuhan infrastruktur perkotaan yang pada akhirnya menjadikan kawasan perkotaan kita tidak layak huni dan tidak accessible antara satu kawasan dengan. (ad-prus/dep3/humasristek)

AIR MINUM


Masalah air yang saat ini dihadapi DIY timbul selain karena adanya pertambahan penduduk juga karena banyaknya kerusakan lingkungan yang telah menghambat siklus hidrologi, sehingga kuantitas air permukaan menjadi air tanah sangat berkurang. Masalah air di DIY ini ditandai dengan semakin berkurangnya debit mata air, semakin besarnya perbandingan antara debit maksimum dengan debit minimum sungai, kualitas air yang semakin buruk, dan lain-lain.
Pemenuhan kebutuhan air di DIY ini antara lain dapat membeli air dari Kabupaten Magelang, mencari mata-air baru, atau melakukan daur ulang air dari sungai. Pada cara pemanfaatan daur ulang air sungai menjadi air bersih dipilih Sungai Progo karena sungai ini merupakan muara dari Sungai Bebeng, Sungai Blongkeng, Sungai Krasak, dan lain-lain, sehingga dapat diharapkan debit Sungai Progo di musim kemarau masih dapat diambil untuk pemenuhan kebutuhan air bersih. Sedang pemilihan lokasi untuk pengambilan di bagian hulu agar masih dapat dilakukan dengan sistem gravitasi dan diharapkan polusi belum banyak. Pengambilan air juga diusahakan di daerah yang masuk wilayah DIY karena bila pengambilan air di Kab. Magelang karena adanya otonomi daerah harus ada ijin dari Pem.Da. Kab. Magelang. Pengambilan air dilakukan di Karangtalun, Kalibawang, DIY.
Macam-Macam Badan Air
a.
Badan air golongan A, yaitu badan air yang airnya digunakan sebagai air minum tanpa pengolahan yang berarti.
b.
Badan air golongan B, yaitu badan air yang airnya dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan dapat digunakan untuk keperluan lain, tetapi tidak memenuhi golongan A
c.
Badan air golongan C, yaitu badan air yang airnya digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan, dan dapat digunakan untuk keperluan lain, tetapi tidak memenuhi golongan A dan B.
d.
Badan air golongan D, yaitu badan air yang airnya digunakan untuk keperluan pertanian dan keperluan lain, tetapi tidak memenuhi golongan A, B dan C.
e.
Badan air golongan E, Yaitu badan air yang tidak memenuhi kualitas air golongan A, B, C dan D .
Baku mutu air bersih untuk Yogyakarta harus sesuai dengan SK. Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 214/KPTS/1991 tentang Standart Baku Mutu Air Badan Air Golongan B
2.2. Persyaratan Air
Sumber air minum secara umum harus memenuhi syarat:
a. Persyaratan fisik:
1)
Jernih, tidak keruh oleh butiran-butiran koloidal
2)
Tidak berwarna, berbau dan tidak mengandung padatan
3)
Temperatur sama dengan temperatur udara.
b. Persyaratan kimia
1)
Derajat keasaman pH netral dan kesadahan rendah
2)
Tidak mengandung bahan bahan organik dan kimia beracun (sianida sulfida, dan lain-lain)
3)
Tidak mengandung garam dan ion-ion logam melebihi batas bakumutu
4)
Persyaratan mikrobiologis, tidak ada bakteri patogen dan non patogen.
2.3.
Pencemaran Kimia
a.
Air raksa / merkuri (Hg)
Air dapat tercemar merkuri dari alam atau oleh kegiatan pemisahan emas secara tradisional. Dalam air ikan tidak akan teracuni oleh merkuri, tetapi manusia yang memakan ikan yang mengandung merkuri akan teracuni. Kandungan merkuri dalam air tidak boleh melebihi 5 mg/l.
b.
Arsen, bila melebihi batas merupakan racun, chronic effect, bersifat karsinogik pada kulit, hati dan saluran empedu melalui makanan.
c.
Besi (Fe), salah satu unsur yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh, tetapi bila > 1 ppm menimbulkan bau dan rasa tidak enak, warna air akan kemerahan oksida besi baik dalam senyawa ferri atau ferro akan dapat merusak saringan air dan pelunak resin. dan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal.
d.
Klorida (Cl)
Kandungan Cl dalam air yang lebih dari 100 mg/l akan memberikan rasa tidak enak pada air minum dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Cl yang terikat pada kaporit
digunakan sebagai desinfektan. Kadar yang tinggi larutan kaporit dapat memutihkan tekstil. Dosis maksimum untuk pertanian 200 mg/l.
e.
Mangan (Mn)
Kadar Mn dalam air harus < 0,1 mg/l, karena menyebabkan air berwarna coklat kehitaman. Kadar Mn yang > 0,5 mg/l air minum berasa logam.
f.
Nitrit
Dalam dosis > 0,5 ppm berakibat serupa dengan dosis besar pada nitrat.
g. Nitrat
Nitrat terjadi oleh reaksi lanjut dari nitrit, kadar kandungan nitrat > 45 mg/l menyebabkan terganggunya darah bayi yang dikenal dengan nama blue baby, Batas ambang yang diijinkan = 0,1 - 1 mg/l. Pada kadar 15 – 250 ppm dapat menyebabkan methemogloinemia (terhalangnya perjalanan oksigen dalam tubuh) pada bayi melalui air yang dicampur susu.
h. Timbal/timah hitam (Pb)
Timbal tidak boleh ada dalam air > 0,05 mg/l, karena sangat toksid dan bersifat mematikan bagi yang meminumnya. Biasanya timbal larut dalam air karena ada pada peralatan penyalur air yang terbuat dari timbal.
Apabila kualitas air sungai tidak memenuhi syarat baku mutu, maka dapat ditentukan proses yang harus dilakukan agar kualitas air memenuhi syarat.
Cara Pengolahan Air
Dikenal beberapa macam cara pengolahan air, dan umumnya proses ini tidak dilaksanakan tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi kombinasi. Sebagai contoh, bila kondisi air keruh, karena terlalu banyak kolloid, harus dilakukan salah satu dari beberapa cara, misalnya dengan cara fisika dengan filtrasi, pengendapan, absorbsi atau cara kimia seperti penggunaan tawas, kapur,dan lain-lain.
a.
Berdasar karakteristiknya.
1)
Proses fisika ( mekanik) penyaringan, pengendapan dan pengapungan.
2)
Proses kimia, dilakukan dengan bahan kimia bahan pencemar. hilang
3)
Proses biologi, menghilangkan polutan menggunakan mikro organisme.
b.
Berdasar tingkat perlakuan
1)
Pengolahan pendahuluan (pre treatment) dilakukan bila banyak padatan terapung atau melayang dalam air berupa saringan kasar, bak penangkap lemak, bak pengendap pendahuluan dan septik tank
2)
Pengolahan tahap I (primary treatment), untuk memisahkan bahan-bahan padat ukuran cukup kecil, pada cara kimia dengan koagulasi, netralisasi dan cara fisika sedimentasi, flotasiatau pengapungan)
3)
Pengolahan tahap II (secondary treatment), biasanya menggunakan proses biologi seperti bak aerob, an aerob, lumpur aktif.
4)
Pengolahan tahap III (tertiary treatment), bila ada beberapa zat yang membahayakan untuk menghilangkan polutan (misal Fe, Mn dengan proses khusus, misalnya dengan menggunakan karbon aktif.
5)
Pengolahan tahap IV, pembunuhan kuman, bila limbah cair mengandung bakteri patogen dengan gas khlor, Na hipokloride atau kaporit :
Dengan gas khlor : Cl2 + H2O H O Cl + H+ + Cl –
H O Cl H+ + O Cl -
Garam Na hipoklorida : Na O Cl Na+ O Cl –
Kaporit : Ca(O Cl)2 Ca+ + 2 O Cl-
O Cl- + H+ H O Cl
H O Cl dan O Cl – disebut khlor bebas, free available chlorine dengan daya bunuh kuman oleh H O Cl = 40 – 80 kali lebih besar dari OCl-
Untuk beberapa kadar logam yang diperiksa melebihi batas ambang, perlu dilakukan proses kimia, misalnya untuk Hg yang melebihi batas dapat ditambahkan NaCl, tetapi hasil endapannya tidak boleh dibuang begitu saja karena akan meracuni lingkungan. Untuk bakteri koli yang terkandung cukup diatasi dengan memasak airnya agar bakteri koli tersebut mati.
Untuk kandungan zat besi (Fe) yang melebihi batas baku mutu harus dilakukan perlakuan sebagai berikut :
1. Oksidasi
Oksidasi dapat dilakukan dengan menggunakan oksigen (aerasi), klorin, klordioksida, pottasium permanganat, atau ozon.
a. Aerasi
Aerasi menghilangkan rasa dan bau (yang disebabkan hidrogen sulfida & komponen organik) dgn oksidasi/valatilisasi, mengoksidasi Fe dan Mn, transfer O2 ke dalam air dan membebaskan volatil gas dari dalam air.
Oksidasi Fe dapat berjalan dengan baik pada pH 7,5 - 8 dalam waktu 15 menit. Endapan besi yang terbentuk dapat dihilangkan dengan koagulasi dan filtrasi. Aerasi mampu mengendapkan besi jika tidak ada zat organik jenis humic & fulvic acid (jika ada zat tersebut akan membentuk senyawa kompleks dengan besi yang tidak dapat mengendap secara sempurna setelah aerasi, dan biasanya ikatan kompleks ini berwarna, selain itu memperlambat proses oksidasi).
b. Klorinasi
Klorin digunakan karena memiliki kecepatan oksidasi lebih besar dari aerasi, dan mampu mengoksidasi besi yang berikatan dengan zat organik, tapi kecepatan oksidasi berkurang. pH yang baik pada 8 - 8,3 oksidasi besi membutuhkan waktu 15-30 menit jika dalam air baku mengandung amonia menyebabkan terbentuknya kloramin sehingga laju oksidasi berkurang. Keefektifan oksidasi dipengaruhi kehadiran bahan organik (ex. asam humic dan asam fulvic). Pada oksidasi besi, bahan organik menggunakan kebutuhan sebagian klorin dan dapat juga membentuk besi organic kompleks, sehingga memberi efek yang kurang baik pada proses oksidasi. Klorin mengoksidasi bahan organik humic dan fulvic acid membentuk trihalomethan yag bersifat koarsinogenik. Selama proses oksidasi klorin, sisa klorin seharusnya dijaga sampai pada proses berikutnya untuk mencegah penurunan kondisi yang dapat menyebabkan terlarutnya kembali endapan. Pada umumnya proses standar penurunan Fe dan Mn menggunakan koagulasi dengan alum, flokulasi, pengendapan, dan filtrasi dengan didahului proses preklorinasi. Dosis sisa klor yang dianjurkan minimum 0,5mg/l.
Klordioksida
Klordioksida adalah oksidan kuat yang secara efektif mengoksidasi Fe dan Mn yang berikatan dgn zat organik. Klordioksida merupakan gas yang tdk stabil & mudah meledak. pH yang diperlukan untuk reaksi oksidasi besi minimum 7, Secara teoritis 1mg/l klordioksida mampu megoksidasi 0,83 mg/l besi dan 0,41mg/l. Penggunaan klordioksida lebih mahal sekitar 5x lipat dibandingkan dengan klorin.
d. Pottasium Permanganat
Merupakan oksidan kuat, waktu oksidasi 5 - 10 menit pd pH 7,0. Secara teoritis 1mg/l KMnO4 mengoksidasi 1,06 mg/l besi dan 0,52 mg/l mangan. Proses oksidasi akan lebih efektif jika ada penambahan klorin sebelumnya. Penggunaan oksidan ini lebih mahal, namun tidak menghasilkan trihalomethan jika digunakan untuk mengoksidasi bahan organik.
e. Ozonisasi
Ozon dapat digunakan untuk mengoksidasi Fe & Mn dengan kecepatan oksidasi yang tinggi. Secara teoritis untuk mengoksidasi 2,3 mg/l Fe dan 1,15 mg/l diperlukan 1mg/l ozon. Dosis ozon yang berlebih di reservoir akan membentuk pottasium permanganat yang menyebabkan air berwarna merah muda.
2. Ion Exchange
Cara ini mahal dan tidak disarankan
3. Mangan Zeolite Filtration
Zeolit adalah pasir hijau dilapisi mangan. Setiap butir pasir dilapisi dengan asam- besi dan mangan. Tipe media filter ini adalah bentuk dari ion exchange yang biasa digunakan di industri. Proses ini membutuhkan penambahan potasium permanganat pada influent filter secara kontinu, yang berfungsi untuk mengoksidasi besi dan mangan serta berfungsi untuk regenerasi media filter. Dosis pottasium permanganat harus benar2 tepat karena sisa pottasium permanganat menyebabkan air berwarna merah muda. Disisi lain, dosis yang tepat akan memungkinkan lolosnya mangan di effluen filter. Pada kasus pengolahan air tanah, zeolit lebih baik ditempatkan pada filter bertekanan daripada filter gravitasi karena untuk menjaga tekanan discharge dari pompa sumur. Perencananan seperti ini menghemat biaya pemompaan dan backwash menggunakan air dari effluent filter lain.
4. Lime Softening
Besi dan mangan lebih efektif dihilangkan dengan proses pelunakan karena dapat membuat pH menjadi 9,5 yang merupakan kondisi yang baik untuk oksidasi Fe dan Mn. Berdasarkan hubungan pH dengan kelarutan 83% besi mengendap pd pH 8,4 dan pada pH 8,8 - 9,6 besi akan mengendap 92% - 100%. Mn akan mengendap maks pd Ph 9,4 - 9,8 sebanyak 98-100%. Lime softening akan lebih efisien jika didahului dengan proses aerasi.
Bila dalam air mengandung Cr+6 , sebelum diendapkan sebagai Cr(OH)3 terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor FeSO4, SO2 atau Na2S2O5 Krom hidroksida yang telah mengendap dapat disaring dengan membran reverse osmosis.

DIKUTIP DARI Siti Fatimah
Program Studi Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jl. Babarsari 44 Yogyakarta
email : fatimah@mail.uay.ac.id

PENCEMARAN TANAH


Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.

Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut.

Salah satu diantaranya, penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan.

Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian, terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain. Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang, permukaan tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para pengelola pertambangan meninggalkan areal bekas tambang begitu saja tanpa melakukan upaya rehabilitasi atau reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya yang bisa mencemari badan air dan merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan makhluk hidup.
Berdasarkan fakta tersebut, sangat diperlukan pengkajian khusus yang membahas mengenai pencemaran tanah beserta dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya.
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).

Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

1. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Tanah

Berbagai dampak ditimbulkan akibat pencemaran tanah, diantaranya:

1. Pada kesehatan

Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium, berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal sangat berbahaya pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh populasi.

Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Merkuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak dapat diobati. PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati. Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot. Berbagai pelarut yang mengandung klorin merangsang perubahan pada hati dan ginjal serta penurunan sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di atas. Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan Kematian.

2. Pada Ekosistem

Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.

Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.

1. Penanganan yang Harus Dilakukan

Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya:
1. Remidiasi

Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.

Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.


2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Remediasi : Kegiatan untuk membersihkan lingkungan.

Hal yang perlu diketahui dlm melakukan remediasi:

1. Jenis pencemar (organik atau anorganik),

2. terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak,

3. Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari lingkungan tersebut,

4. Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),

5. Jenis tanah,

6. Kondisi tanah (basah, kering),

7. Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,

8. Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda).

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Atau Bioremediasi adalah penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.

Bioremediasi adalah proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.

Yang termasuk dalam polutan-polutan antara lain :

- logam-logam berat,

- petroleum hidrokarbon, dan

- senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida dll.



Tujuan Bioremediasi : untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).

Kelebihan teknologi ini adalah:

1. Relatif lebih ramah lingkungan,

2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah

3. Bersifat fleksibel.

Saat bioremediasi terjadi, enzim” yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi.

Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:

(i) seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi)

(ii) feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).



Bioremediasi terbagi 2 :

1. In situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar 2. Ex situ : tanah tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.

Bioremediasi ex-situ bisa lebih cepat dan mudah dikontrol. Dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.

Ø Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:

1. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb

2. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus

3. Penerapan immobilized enzymes

4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.



Kunci sukses bioremediasi adalah :

1. Dilakukan karakterisasi lahan (site characterization) :

o sifat dan struktur geologis lapisan tanah,
o lokasi sumber pencemar
o perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.
o sifat-sifat lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah, kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.
o mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.



2. Treatability study.

o Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola distribusi dan tingkat pencemarannya. Salah satu teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah bioplume modeling dari US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan karakteristik pencemar akibat reaksi biologis, fisika dan kimia yang dialami di dalam tanah.
o Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.
o Treatability study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik atau anaerobik.



Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen” yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba” memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan.

Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.



Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

1. Biostimulasi

Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.



2. Bioaugmentasi

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat.

Hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan:

Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.



3. Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Kelas zat kimia yang sering diolah dengan bioremediasi
Peluang kedepan adalah pengembangan green business yang berbasis pada teknologi bioremediasi dengan :

1. System One Top Solution (close system) dan

2. Dengan pendekatan multi-proses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi) kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti kondisi awal sebelum Kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.



Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkontrol atau bahkan mengeliminasi hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan.

Biaya tehnologi Bioremediasi di Indonesia berada didalam kisaran 20-200 USD per meter kubik bahan yang akan diolah (tergantung dari jumlah dan konsentrasi limbah awalserta metoda aplikasi), jauh lebih murah dari harga yang harus dikeluarkan dengan teknologi lain seperti incinerasi dan soil washing (150-600 USD).

Bagi industri, penanganan lahan tercemar dengan teknologi bioremediasi memberikan nilai strategis :

I. Effisiensi, kesadaran bahwa banyak sumber daya alam kita adalah non-renewable resources (ex. minyak dan gas), dengan teknologi ramah lingkungan yang cost-effective (seperti bioremediasi) akan secara langsung berimplikasi kepada pengurangan biaya pengolahan.

II. Lingkungan, ketika suatu perusahaan begitu konsern dengan lingkungan, diharapkan akan terbentuk sikap positif dari pasar yang pada akhirnya seiring dengan kesadaran lingkungan masyarakat akan mengkondisikan masyarakat untuk lebih memilih “green Industry” dibanding industri yang berlabel “red industri” atau mungkin “black industry”, evaluasi kinerja industri dalam pengelolaan lingkungan hidup (Proper) sudah mulai dilakukan oleh pemerintah (KLH), diharapkan kedepan, akan terus dikembangkan menjadi pemberian sertifikasi ISO 14001, hasilnya adalah perluasan pasar dengan "greening image".

III. Environmental Compliance, ketaatan terhadap peraturan lingkungan menunjukan bentuk integrasi total dan aktif dari industri terhadap regulasi yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas. Sikap ini juga akan memberi penilai positif dari masyarakat selaku konsumen terhadap perusahaan tertentu.



Pemerintah, melalui Kementrian Lingungan Hidup, membuat Payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) disusun dan tertuang didalam:

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi).
Dikutip dari http://dydear.multiply.com/journal/item/11

SODIS

Tak segampang membunyikan anjuran untuk meminum minumlah minimal 8 gelas air dalam satu hari”, bagi sebagian masyarakat untuk mendapatkan 8 gelas air layak minum setiap hari bukanlah perkara yang sepele.

MASIH banyak saudara kita yang harus membeli air bersih dengan harga mahal atau harus berjalan beberapa kilometer hanya untuk mendapatkan air bersih satu jerigen saja. Menurut hasil penelitian EAWAG/SANDEC (Swiss Federal Institute for Environmental Science and Technology / Water and Sanitation in Developing Countries), sebuah lembaga penelitian lingkungan dari negara Swiss, sekitar sepertiga dari penduduk di kawasan pedesaan di negara berkembang kesulitan untuk mendapatkan air sehat layak minum. Bahkan WHO (Badan Kesehatan Dunia PBB) menyodorkan angka eksak lebih dari satu milyar jiwa di dunia menghadapi permasalahan kesulitan air bersih. Diperkirakan angka tersebut akan semakin membengkak seiring semakin memburuknya kualitas serta tingkat ketersediaan air di banyak wilayah di dunia.

Mulai tahun 1991, EAWAG/SANDEC memperkenalkan teknologi SODIS (Solar Water Disinfection) alias air minum yang diolah dengan panas sinar matahari. Teknologi ini kemudian tersebar luas di berbagai negara di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin. Teknologi SODIS sebenarnya telah dikembangkan sejak tahun 1985 oleh Prof Aftim Acra dari American University of Beirut. Penelitian Acra kemudian disusul sebuah proyek pengembangan yang dijalankan oleh INRESA ( Asosiasi Sistem Energi Terpadu untuk Kawasan Pedesaan) di tahun yang sama.

Tiga tahun kemudian, Institute Riset Brace di Montreal, Kanada, menyediakan workshop untuk memperkenalkan teknologi ini pada khalayak luas. Rangkaian penelitian tersebut akhirnya disempurnakan oleh EAWAG/SANDEC yang mengadakan uji lapangan dan penelitian laboratium untuk menilai manfaat SODIS dan mengembangkan teknologi pemanfaatan air yang murah, aman dan bekelanjutan.

Sehat dan Hemat
Prinsip SODIS adalah merebus air dengan bantuan sinar matahari dan memanfaatkan kemasan limbah botol plastik air minum mineral untuk mendapatkan air layak minum. Dengan cara memanipulasi panas matahari yang menghangatkan air (hingga 50° C) yang disinergikan dengan radiasi sinar ultra violet, bakteri-bakteri yang terkandung dalam air akan mati dengan durasi penjemuran tertentu. Air yang diolah pun tak harus air sumur, tapi air dari segala jenis sumber, bahkan air sungai yang keruh pun asal tidak tercemar zat kimia, bisa digunakan setelah lebih dulu dijernihkan.

Sebenarnya apa yang istimewa dari SODIS? Yang jelas cara pembuatan SODIS lebih praktis, mudah dan murah, semisal bila dibanding merebus air dengan kompor minyak tanah atau tungku kayu bakar. Diperhitungkan biaya yang dihemat oleh satu keluarga bila beralih dari mengkonsumsi air rebus ke SODIS adalah Rp. 438.000,- per tahun. Perincian kasarnya sebagai berikut: bila satu keluarga (misalnya terdiri dari 6 orang) membutuhkan air minum yang bersih dan sehat sekitar 12 liter/hari, sedangkan untuk memasak 1 liter air dibutuhkan bahan bakar seharga Rp. 100,-, maka setiap satu keluarga mengeluarkan biaya Rp 1.200,-per hari atau Rp. 438.000,- per tahun. Jumlah yang tidak sedikit di masa bahan bakar mahal seperti saat ini. Ada lagi keistimewaan SODIS, yakni membantu program daur ulang limbah plastik dengan penerapan prinsip re-use, yakni dengan pemanfaatan kembali botol plastik bekas air mineral sehingga mengurangi potensi pencemaran tanah oleh limbah plastik.
Mengikis Diskriminasi
Di Indonesia, teknologi SODIS diperkenalkan pertama kali oleh Yayasan Dian Desa, Yogyakarta, sejak tahun 1997. Awalnya dilakukan proyek percontohan di Desa Melikan, Kabupaten Wonogiri dan Desa Dobalan, Bantul. Meski perlu waktu relatif lama untuk mensosialisasikan SODIS di kedua desa tersebut, setelah satu tahun sebagian besar warga telah beralih memanfaatkan teknologi ini hingga kini.

“Kini teknologi SODIS banyak dimanfaatkan di daerah Madura, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Kalimantan,” tutur Supriyono, staf Yayasan Dian Desa yang asyik mengakrabi SODIS sejak 3 tahun lalu. “Teknologi SODIS dipadukan dengan pengetahuan tradisional untuk menjernihkan air, bisa membantu para pengungsi korban kerusuhan di Ambon dan NTT memenuhi kebutuhan air minum sehat untuk sehari-hari. Sebelumnya mereka harus membeli air dengan harga cukup mahal,” tambahnya.

Yang menarik, muncul pula pemikiran bahwa SODIS berperan dalam mengikis diskriminasi gender dalam rumah tangga. Tanggung-jawab menyediakan air minum yang lazimnya dijalankan kaum perempuan kini bisa dilakukan siapa saja; lelaki-perempuan, tua atau muda bahkan anak-anak. Dus, dengan teknologi SODIS kaum ibu tak lagi harus berkeringat didepan tungku untuk menyiapkan air minum. Teknologi SODIS mewakili kesederhanaan yang mampu sekaligus merangkum banyak hal ; sehat, hemat, praktis, ramah lingkungan dan peka diskriminasi gender! – man
——————————————————————————————————-

Cara Sederhana Membuat SODIS

* Sediakan botol plastik bekas air mineral ukuran 1500 ml atau yang lebih kecil. Bisa juga memakai kantung plastik khusus dengan bahan PET (PolyEthylene Terephtalate) atau botol kaca bening dengan ketebalan maksimal 2 mm.
* Cat separoh badan botol dengan cat besi warna hitam, setelah kering bersihkan bagian dalam dan luar botol.
* Isi dengan air mentah (bening) sampai penuh, jangan sampai ada ruang udara yang tersisa, kemudian tutup rapat-rapat.
* Jemur di bawah terik matahari, bagian bercat hitam dibawah, selama 4-5 jam bila cuaca cerah, 6-7 jam saat cuaca berawan atau 2 hari berturut-turut apabila hari hujan.
* SODIS siap dikonsumsi

(Sumber: Warta SODIS, Edisi 5 Agustus 2001).-

Biopori: Teknologi Solusi Banjir




Teknologi biopori ini ditemukan oleh Ir. Kamir R Brata MS dosen ilmu tanah, air, dan konservasi lahan Fakultas Pertanian IPB.

Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat aktifitas organisma di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.
Prinsip dari teknologi ini adalah menghindari air hujan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan membiarkannya terserap ke dalam tanah melalui lubang resapan tersebut.

Teknologi ini bisa diterapkan di kawasan perumahan yang 100% kedap air, di saluran air, di rumah-rumah yang memiliki lahan terbuka bahkan untuk kawasan persawahan di lahan miring.

Tak perlu khawatir tanah akan menjadi lunak, karena air yang terserap akan tersimpan menjadi cadangan air di bawah tanah. Begitu pun tidak ada bau yang ditimbulkan dari sampah karena terjadi proses pembusukan secara organik.

Cara pembuatan lubang ini ternyata cukup sederhana. Diawali dengan pembuatan lubang dan memasukkan sampah organik ke dalam lubang tersebut. Sampah-sampah ini kemudian diurai oleh organisma pengurai sehingga terbentuk pori-pori. Dengan cara ini, air hujan yang turun tidak membentuk aliran permukaan, melainkan meresap ke dalam tanah melalui pori-pori.

Langkah-langkah membuat lubang resapan biopori (LRB):

1. Dengan sebuah bor LRB kita bisa membuat lubang, untuk memudahkan pembuatan lubang bisa dibantu diberi air agar tanah lebih gembur.

2. Alat bor dimasukkan dan setelah penuh tanah (kurang lebih 10 cm kedalaman tanah) diangkat, untuk dikeluarkan tanahnya, lalu kembali lagi memperdalam lubang tersebut sampai sedalam 80 cm dan diameter 10 cm.

3. Pada bibir lubang dilakukan pengerasan dengan semen atau potongan pendek pralon. Hal ini untuk mencegah terjadinya erosi tanah.

5. Kemudian di bagian atas diberi pengaman besi supaya tidak terperosok ke dalam lubang.

6. Masukkan sampah organik (sisa dapur, sampah kebun/taman) ke dalam LRB. Jangan memasukkan sampah anorganik (seperti besi, plastic, baterai, stereofoam, dll)!

7. Bila sampah tidak banyak cukup diletakkan di mulut lubang, tapi bila sampah cukup banyak bisa dibantu dimasukkan dengan tongkat tumpul, tetapi tidak boleh terlalu padat karena akan mengganggu proses peresapan air ke samping.

Pemeliharaan LRB:

1. Lubang Resapan Biopori harus selalu terisi sampah organik

2. Sampah organik dapur bisa diambil sebagai kompos setelah dua minggu, sementara sampah kebun setelah dua bulan. Lama pembuatan kompos juga tergantung jenis tanah tempat pembuatan LRB, tanah lempung agak lebih lama proses kehancurannya. Pengambilan dilakukan dengan alat bor LRB.

3. Bila tidak diambil maka kompos akan terserap oleh tanah, LBR harus tetap dipantau supaya terisi sampah organik.

Lubang resapan biopori merupakan teknologi tepat guna untuk mengurangi genangan air dan sampah organik serta konservasi air bawah tanah. Untuk setiap 100 m2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 - 1 m. Dengan kedalam 100 cm dan diameter 10 cm setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah. Sampah dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu 15-30 hari, sementara sampah kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2-3 bulan.

pentingnya BIOPORI
mengutip dari Finroll
Yogyakarta, 30/11 (Antara/FINROLL News) - Datangnya musim hujan sebagai waktu yang tepat untuk membuat lubang resapan biopori sehingga masyarakat dapat langsung menikmati manfaatnya, kata Direktur Eksukutif `Lestari` Agus Hartono di Yogyakarta,Senin.

"Selama ini, masyarakat memang sudah mulai melakukan pembuatan lubang biopori, namun jumlahnya masih perlu ditingkatkan dan terkadang masyarakat membutuhkan bukti manfaat yang didapatkan sebelum melakukan pembuatan lubang biopori," kata Agus Hartono yang memimpin `Lestari` sebagai lembaga sosial masyarakat bergerak di bidang lingkungan.

Menurut dia, lokasi yang paling strategis untuk membuat lubang biopori adalah di tempat-tempat yang rawan genangan atau banjir dan tempat yang dilalui air pada saat hujan terjadi.

"Ada beberapa lokasi biopori yang belum tepat, misalnya dibuat di daerah yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya sehingga kurang maksimal menampung air," ujarnya.

Ia mengatakan masyarakat Kota Yogyakarta sudah mulai banyak yang membuat lubang biopori dan setidaknya dalam satu rukun warga (RW) sudah ada sekitar 300 lubang biopori, seperti di RW 6 Gamelan Panembahan Kraton.

Namun demikian, kata dia, biopori bukan menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi genangan atau banjir pada saat musim hujan. "Perlu juga diperhatikan mengenai ketersediaan saluran air hujan dan juga pengelolaan sampah rumah tangga," katanya.

Ia menyebutkan, sungai, sebagai salah satu aliran air hujan masih belum bebas dari sampah, salah satunya adalah sampah rumah tangga.

Pengelolaan sampah dari rumah tangga dapat menekan jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir asalkan masyarakat mendapatkan pengetahuan yang tepat.

"Kami membagi sampah menjadi empat kategori, yaitu sampah layak kompos, layak jual, layak kreasi dan layak buang. Sehingga apabila pengelolaan tersebut berjalan, maka sampah yang dibuang akan berkurang cukup banyak," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan dan Pemulihan Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Ika Rostikawati menyatakan, pembuatan lubang biopori di wilayah kelurahan sudah dicanangkan sejak April lalu.

Pada saat pencanangan tersebut, setiap kelurahan mendapatkan bantuan 300 tutup lubang biopori dan 20 alat bor. "Tentunya, saat ini jumlah lubang biopori sejak pencanangan tersebut akan lebih banyak. Bisa lebih dari 100 ribu lubang," katanya.

Ia menyebutkan, manfaat lubang biopori sangat banyak diantaranya adalah menampung air pada saat hujan sehingga mengurangi banjir dan genangan serta menabung air yang dapat "dipanen" saat musim kemarau dan berfungsi sebagai komposter.

"Manfaatnya sangat banyak, sehingga kami akan terus menggalakkan pembuatan lubang biopori ke masyarakat," lanjutnya.

Pemerintah Kota Yogyakarta memasang target untuk memiliki satu juta lubang biopori pada 2011 dengan hitungan satu jiwa memiliki dua lubang biopori.

"Selain di lingkungan permukiman, BLH juga melakukan pembuatan lubang biopori di fasilitas umum, seperti Taman Parkir Abu Bakar Ali, Benteng Vredeburg," katanya. ***3***

Selasa, 08 Desember 2009

SAMPAHMU

IQRA!!!!!!!!!!!!
JANGAN SAMPAI HATIMU JUGA BILANG
BAWA AKU KE PIYUNGAN!!!!!!!!!!!!!!!

Senin, 07 Desember 2009

LASKAR PEDULI LINGKUNGAN


sebuah komitmen kreatif dari KSI MIST FMIPA UNY bersama teman-teman mahasiswa UNY utk turut peduli dan beraksi menyelamatkan lingkungan.
pada kesempatan ini bapak prof AK Prodjosantosa sbg pemateri utama tidak dapat hadir namun bapak Slamet Riyadi dan bu patrik dari Notoyudan dapat memeriahkan materi tentang sampah. mereka adalah orang yang terlibat langsung dalam mengubah sampah yang dulunya sebagai bencana menjadi berkah. kak Novia sebagai pemateri refleksi menegaskan bahwa sampah itu dari kita dan aelayaknya kita perhatikan. diakhir acara, peserta dan panitia menuliskan harapannya pada lingkungan dalam bentuk pohon harapan. kita berkomitmen untuk menjadi LASKAR PEDULI LINGKUNGAN.
SIAP LAKSANAKAN