Kamis, 31 Desember 2009

BERITA RISTEK

Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman dalam Seminar Nasional bertajuk “Tantangan Perencanaan Perkotaan Masa Depan yang Berkelanjutan”, yang diadakan oleh DIrektorat Pengembangan Pemukiman, Dirjen Cipta Karya, Dep. PU pada hari Selasa, 13 Oktober 2009 di Jakarta, memaparkan dua tema besar mengenai “Habitat dan Aplikasi teknologi untuk mengurangi dampak bencana”.


Menurut Kusmayanto, habitat dikenal pada “second nature” dengan istilah yang lebih dikenal “man-made world” dan “built environment” dengan penekanan pada keseimbangan antara dua kelompok technologist dan environmentalist, dimana pihak environmentalist terkesan gaptek (gagap teknologi) dan technologist dianggap gupling (gugup lingkungan). Oleh karena itu perlu keseimbangan, baik alami maupun buatan manusia melalui pemahaman akar yang sering tersembunyi dari dunia yang kita rancang untuk diri kita sendiri.


Terkait dengan bencana yang banyak terjadi di Indonesia, Mennegristek memaparkan perbedaan beberapa besaran yang dijadikan acuan untuk mengukur kekuatan gempa, yaitu SR, MMI dan PGA“Di Indonesia , faktor geologi dan zonasi sangat penting dalam menentukan perencanaan perkotaan masa depan yang berdaya saing dan berkelanjutan”, llanjut Kusmayanto. Dari peta zonasi yang dapat digambarkan dengan warna maupun angka, masih difokuskan lagi dengan peta mikrozonasi yang menggambarkan keadaan suatu daerah yang lebih sempit terhadap kerentanan gempa.Berdasarkan zonasi tersebut untuk membangun tata ruang yang mampu menhadapi potensi bencana diperlukan Building code yang harus direview oleh Pemerintah dan kalangan akademisi.


Paparan Mennegristek tersebut melengkapi paparan sebelumnya yang disampaikan oleh Prof. Dr. BJ Habibie. Menurut Habibie, perencanaan kota kedepan sebaiknya merupakan “KOTA RAMLING SETENTRAM”, yaitu Kota Ramah Lingkungan, Sejahtera, Tentram dan Mandiri dengan kriteria : Penghijauan harus berkisar antara 30% ~ 60%, Air minum, pembangunan jaringan drainase, penampungan air hujan, pengelolahan dan recycling Air Limbah, Meminimalkan pembakaran Energi Fosil, menghemat energi dan memanfaatkan lebih banyak Energi Alternatif. Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan Pasar Produk Andalan Kota, Prasarana Ekonomi untuk Ekonomi Biaya Rendah serta Prasarana Teknologi Informasi Kota sebagai bagian terpadu dari Sistem Informasi Nasional dan Global.


Seminar Nasional yang diadakan dalam rangka peringatan Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) yang setiap tahunnya diperingati pada minggu pertama bulan Oktober. Pada tahun ini jatuh pada tanggal 5 Oktober 2009 ini dibuka oleh Menteri PU, Djoko Kirmanto. Dalam sambutan pembukaannya Menteri PU menyatakan bahwa tantangan perkotaan Indonesia sangatlah komplek, mulai dari persoalan urbanisasi, kebutuhan dasar, transportasi dan infrastruktur, kemiskinan, social budaya dan degradasi lingkungan. Namun perlu dicari akar persoalan utamanya, dan memberikan solusi jawaban yang efektif bagi pengembangan perkotaan di Indonesia. Dari seminar tersebut beliau berharap mendapatkan masukan strategi dalam upaya mengembangkan perkotaan yang semakin inklusif dan mampu mensejahterakan seluruh warganya. Selanjutnya Menteri PU menyampaikan, Kota yang berkelanjutan memerlukan syarat Integrasi yang efektif setidak-tidaknya dari dimensi-dimensi pembangunan sosial budaya, pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan serta adanya penerapan tata kelola yang baik dalam pengembangan kota.


Selain BJ Habibie dan Mennegristek, hadir pula narasumber lain yaitu, Zuhal A. Kadir, Dorojatun Kuntjorojakti, dan Muhammad Danisworo. Yang menarik dalam acara ini adalah, pada sesi pertama dihadirkan 3 orang Menristek pada periode yang berbeda untuk memaparkan pemikiran mereka masing-masing. Hal ini semakin membuktikan bahwa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan hal yang tidak bisa lepas dari berbagai masalah yang dihadapi manusia sebagai pemimpin di muka bumi ini.
Dapat dikatakan, perencana perkotaan masa depan kita perlu menyadari, bahwa kota sangat terkait dengan berbagai aspek tidak saja faktor internal akan tetapi juga eksternal perkotaan. Faktor eksternal ini semakin disadari sangat mempengaruhi dinamika perkotaan seperti perubahan ikilim (Climate change), ekonomi global (global economic) maupun perkembangan teknologi terapan, dsb. Faktor-faktor tersebut sekaligus merupakan tantangan dalam perencanaan perkotaan abad ke 21.


Tantangan eksternal perkotaan ke depan sangat besar, namun disisi lain perkotaan di Indonesia juga menghadapi permasalahan internal yang sangat berat antara lain urbanisasi, ketimpangan (disparity) perkotaan dan pedesaan yang merupakan dampak rendahnya hubungan perdesaan dan perkotaan (urban rural linkages), pengangguran, dsb Kondisi internal ini sangat berimplikasi pada kondisi perkotaan seperti munculnya kawasan dcngan kepadatan tinggi (high density), kawasan kumuh (slums area), urban sprawl, dsb. Permasalahan ini semakin dipicu dengan rendahnya antisipasi terhadap penyediaan kebutuhan infrastruktur perkotaan yang pada akhirnya menjadikan kawasan perkotaan kita tidak layak huni dan tidak accessible antara satu kawasan dengan. (ad-prus/dep3/humasristek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar